Friday, January 8, 2016

Laporan HACCP SOSIS Sapi Di Indonesia

Analisis HrACCP Pada Produk Sosis di Indonesia
Disusun oleh: Novi Regina W
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Pertanian Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang

1.      HrACCP
     HrACCP (Haram Analysis Critical Control Point) pada prinsipnya tidak berbeda dengan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), yaitu suatu metode untuk menentukan langkah yang dapat diambil dalam rangka menghilangkan bahaya yang dapat terjadi pada titik kritis tersebut. Yang membedakan adalah pada HrACCP penentuan titik kritis dilakukan sebagai upaya pencegahan masuknya bahan haram dan najis ke dalam sistem produksi bahan makanan, obat, dan kosmetik (Hermanyanto, 2005).
     Untuk mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam proses produksi halal, perusahaan perlu mengetahui dan menentukan titik-titik kritis keharaman produk. Titik kritis ini mengacu pada pedoman halal yang telah dibuat, yang mencakup bahan-bahan yang digunakan untuk berproduksi, serta tahapan-tahapan proses yang mungkin berpengaruh terhadap keharaman produk. Untuk menentukan titik-titik kendali kritis, harus dibuat dan diverifikasi bagan alir bahan, yang selanjutnya diikuti dengan analisa, tahapan yang berpeluang untuk terkena kontaminasi bahan yang menyebabkan haram. Dalam hal ini harus ada sistem yang dapat mendeteksi, di mana bahan haram berpeluang untuk mempengaruhi kehalalan produk. Tahapan berikut dapat digunakan untuk menyusun Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP)( Ceranić,2009):
1) ditentukan dan diakses seluruh bahan yang haram dan najis
2) ditentukan titik-titik kendali kontrol           
3) dibuat prosedur pemantauan
4) diadakan tindakan untuk mengoreksi
5) diadakan sistem pencatatan
6) dibuat prosedur verifikasi
Adanya 7 prinsip yang membedakan antara HaCCP dan HrACCP (Rahmadi, 2007):
PRINSIP
HACCP
HrACCP
Prinsip I
Penetapan bahaya dan resiko
Penetapan resiko keharaman
Prinsip II
Penetapan titik kendali kritis (CCP)
Penetapan titik kendali kritis (CCP)
Prinsip III
Penetapan batas kritis untuk setiap CCP
Penetapan SOP darurat dalam setiap CCP
Prinsip IV
Menetapkan prosedur untuk memantau CCP
Menetapkan prosedur untuk memantau CCP
Prinsip V
Menetapkan tindakan koreksi bila terjadi penyimpangan pada CCP
Menetapkan tindakan penarikan produk bila terjadi penyimpangan pada CCP
Prinsip VI
Menetapkan sistem perekaman data
Menetapkan sistem perekaman data
Prinsip VII
Menetapkan prosedur verifikasi
Menetapkan prosedur verifikasi

2.      Produk Sosis
2.1  Sosis
          Sosis adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan ternak, dan rempah, serta bahan lainnya. Sosis umumnya dibungkuskan dalam suatu pembungkus yang secar tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis (casing), serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama. (Kramlich.1978)


2.2  Jenis Sosis
          Kramlich (1971) membagi sosis menjadi enam kelas. Sementara itu, Forrest et al (1975) membagi sosis menjadi enam kategori berdasarkan metode pembuatan yang digunakan oleh pabrik, yaitu sosis segar, sosis asap-tidak dimasak, sosis-asap dimasak, sosis masak, sosis fermentasi, dan giling masak.
          Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, sert, bumbu-bumbu. Sosis segar tidak dimasak sebelumnya dan biasanya tak diasapi, sehingga sebelum dikonsumsi, sosis segar harus dimasak. Sosis masak dibuat dari daging yang telah dikuring sebelum digiling. Sosis jenis ini dimasak dan biasanya diasapi. Daya simpan lebih lama daripada sosis segar. Contohnya, frankfurter dan hot dog. Dilihat dari jenis dagingnya, sosis dapat terdiri dari beberapa macam, yaitu sosis sapi, sosis ayam, dan soisis babi. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus dengan casing usus babi.
3.      Implementasi HrCCP pada Sosis
3.1  Komponen Penyusun
          Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu. Pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrat/nitrit), pewarna, asam akorbat, isolat protein, dan karbohidrat.
          Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk permukaan aktif, mencegah pengerutan protein, mangatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah denaturasi protein.
          Penambahan garam pada pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan cita rasa, pengembangan protein daging, pelarut protein daging, meningkatkan kapasitas pengikatan air (water holding capacity=WHC), serta sebagai pengawet. Penambahan fosfat akan bersinergi dengan garam untuk meningkatan WHC pada sosis.
          Tanpa garam dan fosfat, sosis akan sulit untuk dibuat. Asam askorbat sering ditambahkan dalam bentuk asam askorbat maupun natrium askorbat untuk membantu pemerahan daging. Selain itu, asam askorbat juga berfungsi sebagai antioksi dan agar produk tidak mudah tengik. Untuk itu mensubtitusi daging, pada pembuatan sosis sering juga ditambahkan isolat protein. Selain itu, pada pembuatan sosis juga ditambahkan karbohidrat sebagai bahan pengisi sosis.
          Titik kritisnya adalah bahan baku utama sosis itu sendiri berasal dari daging. Daging jenis hewan itu sendiri dan bagaimana penyembelihannya. Kemudian lemak yang ditambahkan ada yang dari hewani dan nabati, jika hewani maka dikembalikan lagi pada jenis hewan yang diambil lemaknya dan bagaimana penyembelihannya. Air disini juga berfungsi sebagai salah satu komponen pembuatan sosis sebelum diolah air yang digunakan sebaiknya air yang bersih dan higienis agar terhindar dari najis .
3.2  Pengawet dan Bahan Tambahan
          Pada pembuatan sosis, bahan pengawet yang sering digunakan adalah nitrit. aktivitas antibakteri nitrit telah diuji dan ternyata efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri clostridium obotulinum, yang dikenal sebagai bakteri patogen penyebab keracunan makanan. Nitrit dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora Clostridium botulinum, Clostridium perfringes, dan Stapylococcus aureus pada daging yang diproses.
          Selain sebagai pengawet, fungsi penambahan nitrit pada proses kuring daging adalah untuk memperoleh warna merah yang stabil. Nitrit akan terurai menjadi nitrit oksida, yang selanjutnya bakal bereaksi dengan mioglobin membentuk nitrosomioglobin. (Soeparno.1994)
          Meskipun nitrit sebagai salah satu bahan tambahan pangan memberikan banyak keuntungan, ternyata dari berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa nitrit dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik. Nitrisodimetilamin hasil reaksi nitrit dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan bersifat karsinogenik kuat yang bisa memicu penyakit tumor pada beberapa organ tikus percobaan.
          Jenis bahan pengawet dan dosis maksimum yang diizinkan pada dosis berdasarkan SNI (01-0222-1995) adalah belerang dioksida (450 mg/kg), kalium nitrat (500 mg/kg), kalium nitrit (125 mg/kg), natrium nitrat (500 mg/ kg), serta natrium nitrit (125 mg/kg). Jenis pewarna yang bias digunakan pada sosis adalah eritrosin dan merah allura, masing-masing dengan kadar maksimal 300 mg/kg.
          Menurut beberapa ahli kimia nitrit yang masuk ke dalam tubuh melalui bahan pengawet makanan akan bereaksi dengan amino dalam reaksi yang sangat lambat membentuk berbagai jenis nitrosamin yang kebanyakan bersifat karsinogenik kuat.
Hasil penelitian Magee dan Barnes (1954) menunjukkan bahwa nitrosodimetilamin merupakan senyawa racun bagi hati yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati pada beberapa presies hewan termasuk manusia. Penelitian lebih lanjut menunjukkan nitrisodimetilamin juga merupakan kasinogen kuat, yang dapat menimbulkan tumor terutama pada hati dan ginjal tikus pecobaan.
          Titik kritisnya adalah bila penggunaan yang berlebih maka produk dinyatakan tidak aman yang tidak menyehatakan dikatogorikan tidak Thoyyib.

“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”
QS. Almaidah: 88
1.1  Jenis Casing
          Terdapat tiga jenis casing yang sering digunaan dalam pembuatan sosis, yaitu alami, kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan. Casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet.
          Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai. Casing selulosa berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai murah. Casing selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan.
          Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas dan dapat dicetak.
          Titik kritisnya adalah casing kolagen akan dikatakan sebagai barang haram jika diekstrak memakai hewani yang tidak diperbolehkan seperti usus babi. Bisa juga dikatakan haram apabila casing dari hewan halal tetapi cara penyembelihannya tidak sesuai hukum agama islam maka dapat akan dikatakan sebagai bahan tambahan yang haram. Casing ikut dimakan tetapi meskipun tidak dimakan juga termasuk haram karena casing alami biasanya menempel dan sebagian lama kelamaan tercampur dengan sosis.
No
Material
Haram yang Teridentifikasi
Alasan Penetapan Resiko Keharaman
Resiko Haram
Cara Pencegahan
CCP
1
Daging
Jenis hewan dan proses penyembelihan
Jika proses penyembelihan tidak sesuai dengan syariat agama islam, maka produk apapun bisa haram
Tinggi
Sertifikasi MUI atau dengan penyembelihan sendiri
CCP
2
Lemak
Pemilihan lemak hewan dan penyembelihan
Jelas sudah binatang yang diharamkan dalam Al-Qur’an adalah babi, dan bangkai.
Tinggi
Sertifikasi MUI atau dengan penyembelihan sendiri
CCP
3
Air
Tempat penyimpanan (najis tidaknya)
Air yang terkena najis maka kandungan di dalamnya bisa menyebabkan tidak aman
Medium
Asal sumber daya air, COA, dan tempat penyimpanan
CCP
4
Pengawet
Dosis yang digunakan
Dalam jumlah berlebihan dapat membahayakan kesehatan
Tinggi
Memenuhi SNI
CCP
5
Garam
Tempat penyimpanan
garam yang terkena najis maka kandungan di dalamnya bisa menyebabkan tidak aman
Medium
Sterilisasi tempat penyimanan
CCP
6
Asam askorbat
Berasal dari tumbuhan
Rendah
COA
CP
7
Isolat Protein
Berasal dari kedelai
Rendah
COA bahan
CP
8
Karbohidrat
Bersal dari tumbuhan
Rendah
Proses mendapatkan bahan
CP
9
Starter Kultur (sosis fermentasi)
Jenis hewan
Bintang yang haram
tinggi
Sertifikasi halal dan COA
CCP
10
Casing
Jenis hewan dan proses penyembelihannya
Jika proses penyembelihan tidak sesuai dengan syariat agama islam, maka produk apapun bisa haram
medium
Uji kemasan dan COA
CCP
11
Proses
Kehegeinisan peralatan
Kebersihan dan sterilisasi peralatan maupun pekerja dari bahaya mikroorganisme maupun najis
medium
Sertifikasi MUI dan COA
CCP
         
Ceranić, Slobodan. 2009. Possibilities and Significance of Has Implementation (Halal Assurance System) in Existing Quality System in Food Industry. Biotechnology in Animal Husbandry 25 (3-4), p 261-266.
Hermanyanto, Joko. 2005. Haram Analysis Critical Control Point (HrCCP). Seminar Nasional Pangan Halal IPB.
Kramlich, W. E. 1971. Sausage Products. Didalam : Price, J. F. dan B. S. Schweigert (2nd edition). The Science of Meat and Meat Porducts. W. H. Freeman and Company.
Magee Pn, Barbes Jm. The production of malignant primary hepatic tumours in the rat by feeding dimethylnitrosamineBr J Cancer. 1956 Mar;10(1):114–122.
Rahmadi, Anton.  2007. Pilar Utama Peradaban Islam: Pangan Halal. Food Technologist Universitas Mulawarman. Kalimantan Timur.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Taknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Diposkan 5th May 2013 oleh Jeezz


No comments:

Post a Comment